dr. Tengku Mansyur

dr Tengku Mansyur. Sumber: www.gahetna.nl

dr Tengku Mansyur. Sumber: http://www.gahetna.nl

 

 

Jika berkeliling kota Medan dan melintasi jalan utama yang melintang panjang di depan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, pastilah anda faham bahwa nama jalan tersebut dr. Tengku Mansur atau biasa disebut jalan dr Mansur. Namun tahukah anda siapa dokter tersebut, hingga namanya dijadikan sebuah nama jalan utama di kota Deli Medan?

Dr. Tengku Mansur adalah salah seorang cendikiawan puak Melayu Sumatera Timur (kini Sumatera Utara) yang lahir pada tahun 1897 di Asahan. Dia merupakan putra termuda Sultan Hoesin dari Asahan, dan paman dari raja Asahan berikutnya yaitu Sultan Saibon. Dia menempuh pendidikan dokternya di Stovia, Batavia. Ketika menempuh pendidikan di Batavia, dia merupakan pendiri dan ketua pertama dari organisasi Jong Sumatera Bond sejak tahun (1917-1919), yang merupakan organisasi pemuda kaum nasionalis asal Pulau Sumatera, di mana di dalamnya bergabung suku-suku asal Sumatera seperti Aceh, Melayu, Minangkabau, dan Batak.

Selepas di Batavia, dr Tengku Mansur melanjutkan studi kedokterannya di Leiden Belanda, dengan spesialisasi ahli bedah, yang akhirnya membuat dia tidak lagi banyak terlibat di organisasi Jong Sumatera Bond. Selepas kepergiaan dr. Mansur ke negeri Belanda, organisasi Jong Sumatera Bond selanjutnya diketuai oleh dr. Mohammad Amir asal Minangkabau yang memimpin mulai tahun 1920-1923. Di negeri Belanda jugalah ia mendapatkan pasangan hidupnya yang merupakan gadis asal Belanda.

Setelah menjadi ahli bedah, dr Tengku Mansur bekerja di Sulawesi dan Batavia, lalu kembali lagi ke Medan. Selama di Medan, dia menjadi dokter yang terkenal di kalangan masyarakat, selain itu dia juga dikenal sebagai penulis buku-buku tentang kesehatan masyarakat. Meskipun merupakan seorang dokter profesional, namun dia juga masih terlibat dalam kegiatan politik, terutama memberi masukan dan nasehat kepada keponakannya yang menjadi raja Asahan yaitu Sultan Saibon.

Meskipun dikenal sebagai keturunan bangsawan Melayu di Sumatera Timur, serta mendapatkan pendidikan barat dan beristri seorang gadis Belanda, namun Dr. Tengku Mansur merupakan salah satu aristrokat Melayu Asahan yang konservatif dan tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional para raja dan aristrokat Melayu.

Ketika terjadinya pemberontakan berdarah pada 3 Mei 1946, yang digerakkan oleh pemuda komunis untuk menghabisi para raja dan bangsawan Melayu di seluruh Sumatera Timur, dr. Tengku Mansur menjadi beberapa tokoh bangsawan Melayu yang selamat dari aksi bengis tersebut. Setahun kemudian pada Desember 1947, ia menjadi wali negara dari Negara Sumatera Timur yang disokong oleh Belanda.

dr Tengku Mansur wafat pada tahun 1955 di Medan, dan atas jasa-jasanya di bidang kesehatan masyarakat, pantas jika namanya dijadikan sebagai nama jalan di kota Medan layaknya sosok pahlawan.